Minggu, 24 Oktober 2010

makalah balanced scorcard n malcolm baldrige

BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
            Perkembangan dunia bisnis yang semakin kompetitif menyebabkan perubahan besar luar biasa dalam persaingan, produksi, pemasaran, pengelolaan sumber daya manusia, dan penanganan transaksi antara perusahaan dengan pelanggan dan perusahaan dengan perusahaan lain. Persaingan yang bersifat global dan tajam menyebabkan terjadinya penurunan laba yang diperoleh perusahaan-perusahaan yang memasuki persaingan tingkat dunia. Hanya perusahaan-perusahaan yang memiliki keunggulan pada tingkat dunia yang mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan konsumen, mampu menghasilkan produk yang bermutu, dan cost effektif.
            Perubahan-perubahan tersebut mendorong perusahaan untuk mempersiapkan dirinya agar bisa diterima di lingkungan global. Keadaan ini memaksa manajemen untuk berupaya menyiapkan, menyempurnakan ataupun mencari strategi-strategi baru yang menjadikan perusahaan mampu bertahan dan berkembang dalam persaingan tingkat dunia. Oleh karena itu perusahaan dalam hal ini manajemen harus mengkaji ulang prinsip-prinsip yang selama ini digunakan agar dapat bertahan dan bertumbuh dalam persaingan yang semakin ketat untuk dapat menghasilkan produk dan jasa bagi masyarakat.
            Kunci persaingan dalam pasar global adalah kualitas total yang mancakup penekanan-penekanan pada kualitas produk, kualitas biaya atau harga, kualitas pelayanan, kualitas penyerahan tepat waktu, kualitas estetika dan bentuk-bentuk kualitas lain yang terus berkembang guna memberikan kepuasan terus menerus kepada pelanggan agar tercipta pelanggan yang loyal (Hansen dan Mowen, 1999). Sehingga meningkatnya persaingan bisnis memacu manajemen untuk lebih memperhatikan sedikitnya dua hal penting yaitu "keunggulan" dan "nilai". Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, seperti metode balanced scorecard ataupun metode malocolm baldrige. Kedua metode tersebut digunakan untuk meningkatkan kualitas ataupun mutu dari perusahaan tersebut. Peningkatan kualitas perusahaan akan berdampak pada peningkatan keunggulan dan nilai perusahaan, sehingga perusahaan akan mempunyai daya saing yang tinggi. Makalah ini dibuat untuk mengetahui metode mana yang lebih efektif untuk meningkatan kualitas perusahaan, yang dilihat dari berbagai perspektif, baik dari kekuatan ataupun kelemahan kedua metode tersebut.
           
1.2       Rumusan Masalah
1.      Apakah konsep dan proses dari metode balanced scoredcard dan Malcolm baldrige?
2.      Apakah kekuatan dan kelemahan dari metode Balanced Scoredcard dan Malcolm Baldrige?
3.      Perusahaan manakah yang sukses dengan penggunaan metode Balanced Scorecard ataupun Malcolm Baldrige?

1.3       Tujuan
1.      Untuk mengetahui konsep dan proses dari metode balanced scoredcard dan Malcolm baldrige.
2.      Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dari metode Balanced Scoredcard dan Malcolm Baldrige.
3.      Untuk mengetahui perusahaan manakah yang sukses dengan penggunaan metode Balanced Scorecard ataupun Malcolm Baldrige.








BAB 2
PEMBAHASAN
2.1       BALANCED SCORECARD
2.1.1    Sejarah Balanced Scorecard
            Awal 1992, Robert Kaplan dan David Norton mempublikasikan dalam Harvard Business Review metode pengukuran mereka: ‘The Balanced Scorecard – Measures That Drive Performance’. BSC adalah alat yang menyediakan pada para manajer pengukuran komprehensif bagaimana organisasi mencapai kemajuan lewat sasaran-sasaran strategisnya. Metoda ini menjelaskan bagaimana aset intangible dimobilisasi dan dikombinasikan dengan aset intangible dan tangible untuk menciptakan proposisi nilai pelanggan yang berbeda dan hasil finansial yang lebih unggul (Kaplan dan Norton, 2001). Norton dan Kaplan menempatkan BSC sebagai alat bagi organisasi (termasuk yang berasal dari sektor publik dan non-profit) untuk mengelola kebutuhan pemegang saham relevannya. Lebih jauh mereka menyarankan BSC sebagai alat untuk memperbaiki aliran informasi dan komunikasi antara top eksekutif dan manajemen menengah dalam perusahaan.      BSC ingin memperbaiki sistem konvensional pengontrolan dan akuntansi dengan memperkenalkan fakta lebih kualitatif dan non-finansial. Pertimbangan sasaran finansial serupa dengan sistem tradisional manajemen dan akuntansi. Satu perbaikan penting dari BSC terletak pada fokusnya mendorong nilai bagi profitabilitas masa depan perusahaan. Perspektif pasar bertujuan mengidentifikasi segmen pelanggan dan pasar relevan yang berkontribusi pada sasaran finansial. Dalam istilah manajemen barbasis pasar dari perusahaan, dimensi ini membuat mampu mencapai prosesproses dan produk internal yang sejalur dengan keperluan pasar. Dalam dimensi internal processes, perusahaan harus mengidentifikasi dan menstrukturkan secara efisien prosesproses pendorong nilai internal yang vital terkait dengan sasaran pelanggan dan pemegang saham. Perspektif organizational development akhirnya mencoba menggambarkan semua aspek terkait dengan staf dan organisasional yang vital pada proses reengineering organisasi.
            Norton dan Kaplan (1997, h.184) merekomendasikan integrasi sistematis BSC kedalam sistem manajemen perusahaan yang telah ada. Untuk hal ini mereka mendiskusikan terutama fase-fase penataan (set-up) dan implementasi strategi. BSC menjadi alat mentransformasikan strategi kedalam aksi pelaksanaan, Norton dan Kaplan menekankan pentingnya pelatihan teratur dan tambahan dan komunikasi strategi internal (seperti dengan leaflet, majalah, intranet, dst) dan pengukuran-pengukuran sasaran-sasaran terdefinisi diseluruh perusahaan. Melalui penataan sasaran lebih ambisius, menetapkan definisi pengukuran-pengukuran strategis, dan integrasi strategi terkait jangka panjang kedalam proses penganggaran tahunan, BSC akan memperbaiki sistem manajemen perusahaan yang ada saat ini. Asumsi dasar dalam penerapan BSC adalah pada dasarnya organisasi adalah institusi pencipta kekayaan, karena itu semua kegiatannya harus dapat menghasilkan tambahan kekayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.1.2    Konsep Umum Balanced Scorecard
            Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu kartu nilai (scorecard) dan balanced (berimbang). Maksudnya adalah kartu nilai untuk mengukur kinerja personil yang dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan, serta dapat digunakan sebagai evaluasi. Serta berimbang (balanced) artinya kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non-keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Karena itu jika kartu skor personil digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personil tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non-keuangan, kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja bersifat internal dan kinerja eksternal (fokus komprehensif). Pada awal perkembangannya, BSC hanya ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990an eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan, sehingga terdapat kecenderungan eksekutif mengabaikan kinerja non keuangan seperti kepuasan pelanggan, produktifitas, dan kefektifan proses yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, dan pemberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan pelanggan.

2.1.2.1 Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
            Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa mendatang. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan strategi. Tujuan ini menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan ke dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
            Komunikasi dan Hubungan.
            Balanced scorecard memperlihatkan kepada setiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen karena oleh tujuan tersebut dibutuhkan kinerja karyawan yang baik. Untuk itu, balanced scorecard menunjukkan strategi yang menyeluruh yang terdiri dari tiga kegiatan:
-          Comunicating and educating
-          Setting Goals
-          Linking Reward to Performance Measures
            Rencana Bisnis
            Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Hampir semua organisasi saat mengimplementasikan berbagai macam program yang mempunyai keunggulannya masing-masing saling bersaing antara satu dengan yang lainnya. Keadaan tersebut membuat manajer mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di setiap departemen. Akan tetapi dengan menggunakan balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan ke arah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
            Umpan Balik dan Pembelajaran.
            Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan dapat melaukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek, dari tiga pespektif yang ada yaitu: konsumen, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk dijadikan sebagai umpan balik dalam mengevaluasi strategi. Keempat proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
-          Memperjelas dan Menerjemahkan visi dan strategi
o        Memperjelas visi
o        Menghasilkan Konsensus
-          Merencanakan dan Me-netapkan sasaran
o        Menetapkan sasaran
o        Memadukan inisiatif strategis
o        Mengalokasikan sumber daya
o        Menetapkan tonggak-tonggak penting
-          Mengkomunikasikan dan Menghubungkan
o        Mengkominikasikan dan mendidik
o        Menetapkan tujuan
o        Mengkaitkan imba-lan dengan ukuran kinerja     
Balanced scorecard
-          Umpan Balik dan Pembelajaran Strategis
o        Mengartikulasikan isi bersama
o        Memberikan umpan balik strategis
o        Memfasilitasi tinjauan ulan dan pembela- jaran strategis
Balanced Scorecard sebagai suatu kerangka kerja tindakan strategis

2.1.2.2 Perspektif Balanced Scorecard
            BSC menerjemahkan visi dan strategi perusahaan kedalam tujuan konkrit terorganisasi disepanjang jalur 4 perspektif yang berbeda: finansial, pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Prinsip dasar BSC adalah memfokuskan pada pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan sekarang, perusahaan akan mengamankan posisi finansial masa depannya. Mengenali keseimbangan antara pengukuran jangka pendek dan menengah ini penting bagi perusahaan yang ingin cenderung menginginkan kesuksesan finansial jangka pendek yang seringkali juga diinginkan oleh para pemegang saham.
Menmut image.jpg
Gambar 1. Keseimbangan sasaran-sasaran strategis yang ditetapkan dalam                    perencanaan strategis (Mulyadi, 2001)

            Berdasarkan pendekatan balanced scorecard, kinerja keuangan yang dihasilkan oleh eksekutif harus merupakan akibat diwujudkannya kinerja dalam pemuasan kebutuhan customers, pelaksanaan proses bisnis/intern yang produktif dan cost effective, dan/atau pembangunan personel yang produktif dan berkomitmen, seperti terlihat pada Gambar 2.
bsc 2.jpgGambar 2:  Pendekatan Balanced Scorecard untuk Perluasan Ukuran Kinerja                       Eksekutif ke perspektif Nonkeuangan : Customer,Proses                                            Bisnis/Intern serta Pertumbuhan dan Pembelajaran
            Pada Gambar 2 menjelaskan bahwa kinerja eksekutif di perspektif keuangan diukur dengan menggunakan ukuran: (1) return on investment (ROI), (2) bauran pendapatan (revenue mix), (3) pemanfaatan aktiva (diukur dengan asset turn over), dan (4) berkurangnya biaya secara signifikan. Kinerja eksekutif di perspektif customer diukur dengan menggunakan tiga ukuran: (1) jumlah customer baru, (2) jumlah customer yang menjadi non customer, dan (3) ketepatan waktu layanan customer. Di perspektif proses bisnis/intern, kinerja eksekutif diukur dengan menggunakan tiga ukuran (1) cycle time, (2) on time delivery, (3) dan cycle effectiveness. Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, kinerja eksekutif diukur dengan dua ukuran: (1) skill coverage dan (2) quality work life.      Pesan yang disampaikan pada eksekutif dengan penggunaan balanced scorecard dalam pengukuran kinerja eksekutif adalah “kinerja keuangan yang berjangka panjang tidak dapat dihasilkan melalui usaha-usaha yang semu (artificial). Kinerja keuangan dalam jangka panjang, hanya dapat diwujudkan melalui usaha-usaha dengan menghasilkan value bagi customer, meningkatkan produktivitas dan cost effectiveness proses bisnis/intern, meningkatkan kapabilitas dan komitmen personel.
            Melalui pengukuran kinerja berdasarkan pendekatan balanced scorecard, perusahaan didorong untuk tidak hanya memberikan perhatian pada proses yang ada, tetapi berusaha mencari metode proses baru yang memberikan value lebih baik bagi pelanggan dan pemegang saham untuk strategi yang telah direncanakan. Berikut ini akan dibahas masing-masing perspektif pengukuran kinerja berdasarkan balanced scorecard.

Perspektif Keuangan.
            Pendekatan perspektif keuangan dalam balanced scorecard merupakan hal
yang sangat penting, hal ini disebabkan ukuran keuangan merupakan suatu konsekwensi dari suatu keputusan ekonomi yang diambil dari suatu tindakan ekonomi. Ukuran keuangan ini menunjukkan adanya perencanaan, implementasi. serta evaluasi dari pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan. Evaluasi ini akan tercermin dari sasaran yang secara khusus dapat diukur melalui keuntungan yang diperoleh, seperti contohnya Return on investment, Economic value added.
            Selanjutnya Kaplan ( 1996) menjelaskan bahwa ada 3 tahapan siklus bisnis yang harus dilalui oleh suatu perusahaan yaitu pertumbuhan (growth), bertahan (sustain) dan panen ( harvest). Pertumbuhan merupakan tahap pertama yang harus dilalui oleh perusahaan dari siklus kehidupan bisnis, dimana pada saat ini perusahaan memiliki produk yang berpotensi memiliki tingkat pertumbuhan yang baik sekali. Dalam tahap ini perusahaan beroperasi dalam cashflow yang negatif dan tingkat pengembalian yang rendah. Investasi yang dilakukan oleh perusahaan pada tahap ini relatif besar dengan biaya yang besar. Hal ini disebabkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan mempunyai pasar yang masih sangat terbatas. Pada tahap ini lebih ditekankan pada pertumbuhan penjualan dengan mencari pasar dan konsumen baru. Selanjutnya Blocher (2000, 188) menjelaskan bahwa siklus kehidupan penjualan (sales life cycle) dari suatu produk terdiri dari 4 fase yaitu: (1) Pengenalan Produk, (2) Pertumbuhan, (3) kematangan, (4)Penurunan.
            Tahap siklus kedua yaitu bertahan ( sustain), dimana pada tahap ini perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi untuk mempertahankan pangsa pasar yang telah ada. Investasi umumnya dilakukan untuk memperlancar kemacetan operasi dan memperbesar kapasitas produksi serta meningkatkan operasionalisasi. Sasaran keuangan lebih banyak diarahkan pada tingkat kembalian investasi yang telah dilakukan, dengan demikian sasaran tidak lagi diarahkan pada strategi–strategi jangka panjang. Pengukuran pada tahap ini bisa diukur dengan return on invesment, economic value added.
            Tahap ketiga yaitu tahap kematangan (mature). Pada tahap ini perusahaan sudah mulai memanen apa yang telah dilakukan selama ini. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi kecuali untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas yang telah dimiliki, sedangkan tujuan utama tahap ini adalah memaksimalkan arus kas ke dalam perusahaan.

Perspektif Pelanggan.
            Prespektif kedua adalah pelanggan. Penilaian kinerja pelanggan ini sangat penting, karena maju atau mundurnya kinerja perusahaan sangat ditentukan oleh pelanggan ini, apalagi masuknya era globalisasi sehingga persaingan antar perusahaan menjadi sangat ketat. Jadi perusahaan harus bersaing dengan usaha mencari pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan lama. Kaplan ( 1996) menjelaskan untuk memasarkan produknya perusahaan terlebih dahulu harus menentukan segmen calon pelanggan mana yang harus dimasuki oleh perusahaan, dengan demikian akan lebih jelas dan lebih terfokus tolok ukurnya. Dewasa ini fokus strategi perusahaan lebih diarahkan pada pelanggan (Customer drive strategy), dengan kata lain apa yang dibutuhkan pelanggan harus dipenuhi oleh perusahaan. Kinerja produk yang dihasilkan perusahaan minimal harus sama dengan apa yang dipersepsikan oleh pelanggan. Kualitas produk yang kurang, menyebabkan konsumen akan pindah ke produk lain, kualitas produk yang tinggi akan menyebabkan perusahaan akan rugi karena kehilangan potensi laba yang tinggi dan sebaliknya konsumen merasa beruntung karena mendapatkan produk kualitas tinggi dengan harga standar. Untuk mendapatkan laba maksimum perusahaan harus mampu mempersepsikan kualitas produk yang diinginkan pelanggan yang sesuai dengan harga jualnya. Kaplan (1996) mejelaskan bahwa dari sisi perusahaan kinerja pelanggan terdiri dari pangsa pasar, tingkat perolehan konsumen, kemampuan mempertahankan pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan, dan tingkat profitabilitas pelanggan, selanjutnya dijelaskan bahwa kinerja pelanggan ini akan saling berintreraksi antara satu dengan yang lainnya.

Perspektif Bisnis Internal
            Penilaian kinerja yang ketiga dengan prespektif bisnis internal. Untuk bisa menggunakan tolok ukur kinerja ini, maka perusahaan harus mengidentifikasi proses bisnis internal yang terjadi pada perusahaan. Secara umum proses tersebut terdiri dari inovasi, operasi dan layanan purna jual (after sales service).
            Tahap pertama yaitu inovasi . Dalam tahap ini perusahaan mencoba untuk mengidentifikasi apa yang dibutuhkan oleh pelanggan atau calon pelanggan baik sekarang maupun dimasa yang akan datang. Untuk mengidentifikasi ini perusahaan mencoba untuk merumuskan apa yang sebenarnya dibutuhkan dan bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut. Pengidentifikasian serta perumusan apa yang akan diproduksi tersebut sebenarnya terletak pada tahap penelitian dan pengembangan produk ( litbang ), dengan demikian terlihat proses inovasi ini terletak pada fungsi “litbang” ini. Kaplan (1996) menggambarkan proses inovasi dilakukan dalam perusahaan sebagai berikut:
menmut 2.jpg
Gambar 3:  Perspektif Proses Bisnis Internal – Proses Inovasi
                        Sumber : Kaplan and Norton, Translating Strategy into Action                                 Balanced ScorecardBoston: Harvard Business School Press, 1996

            Dari gambar di atas terlihat suatu proses bagaimana perusahaan mencoba untuk mengetahui apa yang dibutuhkan oleh konsumennya dengan proses inovasinya. Proses ini dilakukan dengan mengidentifikasi pasar, setelah diketahui produk apa yang diinginkan tersebut dilanjutkan dengan membuat blueprint produk tersebut. Proses dilanjutkan dengan memproduksi produk tersebut sebanyak yang dibutuhkan dan menjual produk tersebut dipasar sasaran oleh bagian marketing perusahaan. Dari pemasaran yang dilakukan nantinya akan terlihat apakah produk yang dihasilkan bisa memenuhi kebutuhan konsumen sehingga dapat diketahui tingkat kepuasan konsumen atas produk tersebut.
            Tolok ukur yang dipakai dalam menentukan kinerja proses inovasi
diantaranya adalah :
A.    Banyaknya produk yang dihasilkan dan dikembangkan secara relatif dengan membandingkannya dengan produk pesaing dan barang subsitusi yang sesuai dengan prencanaan strategik perusahaan.B
B.     Besarnya jumlah penjualan produk baru dan lama waktu pengembangan produk secara relatif dibandingkan dengan para pesaing dan perencanaan strategic perusahaan.
C.     Lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam mencapai penjualan produk baru tersebut.
D.    Besarnya biaya pengembangan produk baru yang diperlukan dibandingkan dengan perusahaan pesaing dan rencana strategik perusahaan.
E.     Frekuensi modifikasi atas produk- produk yang dikembangkan secara relative dibandingkan dengan pesaing dan rencana strategik perusahaan.
            Berkenaan dengan proses operasi, dalam pembuatan produk proses pengukuran pembuatan produk dapat dibagi atas 3 bagian yaitu :
A.    Pengukuran kualitas diarahkan untuk mengetahui apakah program yang sedang dijalankan oleh perusahaan sudah dijalankan dengan baik. Kalau menggunakan tolok ukur keuangan. Kualitas produk bisa menggunakan biaya mutu yang mencakup biaya pencegahan, biaya penilaian , biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal.
B.     Pengukuran biaya diarahkan pada pengukuran rangkaian aktivitas. Aktivitas yang dilakukan diarahkan pada aktivitas yang bernilai tambah (value added) , sehingga aktivitas yang bersifat non-value added terus diminimalisasi dengan melakukan perbaikan yang terus-menerus (continuos improvement) sehingga akhirnya biaya yang non-value added akhirnya sangat minimal sehingga diharapkan cost of production hanyalah biaya yang bersifat value added saja. Untuk menerapkan konsep ini perusahaan dapat menggunakan konsep activity based of management (ABM).
C.     Pengukuran waktu. Dewasa ini cendrung perusahaan menggangap komponen waktu adalah hal yang sangat penting. Penyelesaian dan penyerahan barang yang tepat waktu dianggap sesuatu hal yang dapat memuaskan konsumen. Dalam hal proses produksi Kaplan (1996,117) menjelaskan bahwa Manufacturing Cycle Effectiveness ( MCE ) yang terbaik adalah satu, dengan kata lain waktu yang digunakan oleh perusahaan sama dengan waktu proses. Apabila MCE ini lebih rendah itu berarti perusahaan menggunakan sebagian dari waktunya dengan sia-sia.

Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
            Pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari tiga prinsip yaitu people, system dan organizational procedure. Berkaitan dengan ketiga prinsip tersebut Kaplan (1996 ) menjelaskan perspektif ini sebagai berikut:
1.      Kemampuan Pekerja. Dewasa ini pekerjaan rutin dalam proses produksi sudah digantikan oleh mesin-mesin yang serba otomatis. Dengan demikian tenaga kerja buruh kasar yang diperlukan relatif sedikit, sehingga tenaga kerja yang tinggal hanyalah tenaga kerja yang spesialis saja. Semakin sedikitnya tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan menyebabkan perusahaan lebih dapat memberikan akses informasi yang lebih layak kepada pekerjanya untuk lebih meningkatkan effesiensi untuk mencapai tujuan perusahaan. Tolok ukur yang dapat digunakan untuk ini adalah a) tingkat kepuasan pekerja pegawai b) tingkat perputaran tenaga kerja dan c) besarnya pendapatan perusahaan perkaryawan dan yang terakhir adalah nilai tambah dari tiap karyawan.
2.      Kemampuan sistem informasi. Dalam kondisi yang sangat kompetitif, sistem informasi yang handal sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan. Kemampuan sistem informasi ini sangat ditentukan oleh tingkat ketersediaan informasi, tingkat keakuratan informasi dan jangka waktu yang diperlukan untuk memperoleh informasi tersebut. Hal ini disebabkan betapapun akuratnya suatu informasi yang diterima oleh perusahaan tapi apabila jangka waktunya telah berlalu maka informasi tersebut tidak berguna lagi.
3.      Motivasi, Pemberdayaan dan Pensejajaran. Untuk dapat menciptakan motivasi pegawai diperlukan iklim organisasi yang mampu menciptakan motivasi itu sendiri dan mendorong inisiatif karyawan. Keberhasilan aspek ini bisa dilihat dari jumlah saran yang diajukan karyawan, jumlah saran yang diimplementasikan dan tingkat kemampuan karyawan untuk mengetahui visi dan misi yang diemban oleh perusahaan. Kaplan dan Norton (1996) menjelaskan hubungan sebab akibat peningkatan kinerja perusahaan yang dijelaskan dalam 4 perspektif yang ada dalam balanced scorecard seperti terlihat pada Gambar 4.
bsc.jpg
Gambar 4: Cause and Effet Relationship of Performance Measurement.
            Pada Gambar 4 menjelaskan bahwa kinerja keuangan (financial) sebenarnya merupakan hasil dari suatu proses yang berlanjut yang dimulai dengan adanya peningkatan kemampuan sumberdaya, selanjutnya berimplikasi pada kualitas proses yang lebih baik. Kualitas proses yang lebih baik akan berakibat penyerahan produk dan jasa yang berkualitas dan tepat waktu sehingga akan menyebabkan pelanggan loyal dan mereka bersedia membayar lebih besar dan berkelanjutan, yang pada akhirnya akan menaikkan laba perusahaan.

2.1.3    Lingkungan Bisnis Eksternal, Rencana Strategik dan Kinerja    Perusahaan
            Lingkungan bisnis eksternal, rencana strategik dan kinerja secara teoritis mempunyai keterkaitan antara yang satu dengan lainnya. Dalam perspektif manajemen strategi, lingkungan merupakan faktor kontekstual penting yang mempunyai dampak terhadap kinerja perusahaan (Child, 1972; Hamel & Prahalad, 1994). Oleh karena itu dalam perumusan strategi terlebih dahulu dilakukan pengamatan terhadap lingkungan baik lingkungan eksternal maupun lingkungan internal. Richard Smith, (1997:34) juga mengemukakan manajer senior sebaiknya terlebih dahulu mengamati lingkungan (scanning environmental)
guna mendapatkan informasi eksternal yang memadai sebagai dasar dalam pengambilan keputusan strategik. Hal ini juga ditegaskan oleh Wilner (1997; 28) yang mengemukakan rencana strategik yang baik berisi sekurang-kurangnya gambaran lingkungan bisnis perusahaan saat ini dan yang akan datang.
            Keterkaitan rencana strategik dengan kinerja, dikemukakan oleh Willie and Shirley (1997) yang menyimpulkan intensitas pelaksanaan rencana strategik berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja keuangan. Hasil penelitian juga memperlihatkan adanya pengaruh timbale balik antara intensitas pelaksanaan rencana strategik dengan peningkatan kinerja keuangan bank. Secara teoritis Boyd and Reuning, (1998) menjelaskan bahwa rencana strategik merupakan output dari perencanaan strategik dimana perencanaan strategik merupakan kunci sukses manajemen dalam pengelolaan perusahaan sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Wheelen and Hunger, (2000; 37) juga menjelaskan hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang melaksanakan rencana strategik akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
            Selanjutnya keterkaitan lingkungan bisnis eksternal, rencana strategic dan kinerja dikemukakan oleh Mulyadi (2001) yang menjelaskan bahwa dalam lingkungan bisnis yang dinamis dan kompleks perusahaan perlu menyusun rencana strategik agar dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Lingkungan bisnis berperan dalam mempengaruhi penetapan strategi organisasi. Terdapat dua perspektif atau pendekatan untuk mengkonseptualisasikan lingkungan eksternal. Pertama, perspektif yang memandang lingkungan eksternal sebagai wahana yang menyediakan sumberdaya (resouces) (Clark et al., 1994; Tan & Litschert,1994). Kedua perspektif yang memandang lingkungan eksternal sebagai sumber informasi. Perspektif pertama berdasar pada premis bahwa lingkungan eksternal merupakan wahana yang menyediakan sumber daya yang kritikal bagi kelangsungan hidup perusahaan. Perspektif ini juga mengandung makna potensi eksternal dalam mengancam sumberdaya internal yang dimiliki perusahaan. Pemogokan, deregulasi, perubahan undang-undang, misalnya, berpotensi merusak sumberdaya internal yang dimiliki perusahaan. Perspektif kedua mengaitkan informasi dengan ketidakpastian lingkungan (environmental uncertainty).
            Kaitan lingkungan eksternal dengan organisasi dapat dijelaskan dengan
teori-teori seperti, teori ekologi-populasi (population ecology theory), teori kontinjensi (contingency theory), dan teori ketergantungan pada sumberdaya (resouce dependence theory). Teori pendekatan ekologi populasi menjelaskan bahwa kelangsungan hidup dan keberhasilan perusahaan ditentukan oleh karakteristik lingkungan dimana perusahaan berada (Child, 1997). Model pendekatan ini membawa implikasi bahwa lingkungan eksternal mempunyai pengaruh langsung (direct effect) terhadap kinerja perusahaan tanpa memandang pilihan strategi yang dijalankan perusahaan (Wiklund, 1999) Sementara teori kontinjensi (contingency theory) menyatakan bahwa keselarasan antara strategi dengan lingkungan bisnis eksternal menentukan kelangsungan hidup dan kinerja perusahaan (Child, 1997; Lee & Miller, 1996) Teori kontinjensi juga bermakna bagaimana rencana strategi mampu memenuhi tuntutan lingkungan, yang mana jika tidak tercipta keselarasan antara rencana strategi dengan lingkungan bisnis eksternal dapat berakibat turunnya kinerja sehingga munculnya krisis organisasi atau perusahaan (Elenkov, 1997). Keselarasan antara strategi organisasi dengan lingkungan eksternalnya merupakan fokus kajian manajemen strategik. Pendekatan dengan menggunakan teori kontijensi ini mendapat dukungan dari banyak pakar. Bukti empiris yang ada pada umumnya menunjukkan bahwa perusahaan yang berhasil menyelaraskan strateginya dengan lingkungan eksternal yang dihadapinya akan memperlihatkan kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan yang kurang berhasil menyelaraskan strateginya. (Beal, 2000; Elenkov, 1997).
            Dibandingkan dengan konsep manajemen strategis umum, BSC memiliki beberapa konsep penting:
1.  Menambahkan 3 perspektif tambahan pada perspektif finansial yang telah ada.
2. Konsep penting kedua adalah penggunaan indikator leading dan lagging. Indikator lagging adalah pengukuran yang menjelaskan sesuatu telah terjadi, karena itu jika perusahaan bereaksi pada pengukuran itu akan menjadi terlambat. Contohnya adalah ukuran finansial itu sendiri. Indikator leading sebaliknya menceritakan sesuatu mengenai masa depan. Contohnya jika perusahaan memperbaiki indeks kepuasan pelanggannya, maka perusahaan akan dalam jalur yang benar mendapatkan penjualan tahunan yang lebih baik.
3. Hubungan sebab-akibat. Jika kita memiliki sejumlah indikator yang terkait dalam cara dimana kinerja sekarang satu indikator menjadi indikasi kinerja yang baik di masa depan dari indikator yang lain, maka kita telah membangun peta hubungan sebabakibat.
Gambar 5. Contoh hubungan sebab-akibat dan indikator leading-lagging
                 (Zingales et.al., 2002)

4. Penerapan BSC secara berjenjang diseluruh organisasi. Umumnya perusahaan multinasional dengan beberapa unit bisnis pertama-tama akan menciptakan BSC bagi tingkat perusahaan kemudian membangun kartu nilai tingkat unit bisnis di tingkat anak perusahaan. SBU akan mengambil sasaran (dan bahkan indikator) scorecard perusahaan sebagai awal pertimbangan dan mengerti bagaimana mereka member sumbangan pada target perusahaan.
Gambar 6. Menerapkan BSC secara bertingkat (cascading)

5. Pembelajaran ‘double loop learning’. Perusahaan yang telah mengembangkan BSC dapat menggunakannya untuk mengontrol kesuksesan strategi awal (single loop learning) sebagai dasar pertimbangan ketika strategi tersebut ditantang oleh informasi baru yang diperoleh dari lingkungan bisnis (double loop learning).
Gambar 7. Proses pembelajaran loop ganda (Norton dan Kaplan, 1996)


2.1.4    SustainabilityBalanced Scorecard (SBSC)
            SBSC adalah penggunaan BSC untuk mengukur penerapan strategi berkelanjutan di suatu organisasi. Berkelanjutan artinya memperhatikan unsur lingkungan dan sosial selain ekonomi dalam setiap pertimbangan bisnis yang dilakukan. Sustainability (kemampuan untuk bertahan / berkelanjutan) untuk Toyota: Kemampuan untuk merakit dan mengembangkan produk dalam cara yang mengurangi penghabisan sumber daya alam seperti material mentah, dan melakukannya dengan cara menguntungkan (profit). (KPMG, 2000). Digunakan untuk: menterjemahkan strategi-strategi sustainabilitas perusahaan menjadi aksi mengintegrasikan sustainabilitas perusahaan lebih baik kedalam sistem manajemen intinya.
            Selama ini keberlanjutan secara lingkungan dan sosial tetap terpisah dari strategi bisnis inti tradisional dan sistem manajemen yang berdasarkan semata menuju indikator kinerja finansial. Satu alasan mengapa begitu sulit untuk berhubungan dengan sustainabilitas perusahaan terletak pada kelebaran konsep itu sendiri. Kurangnya definisi apa batasannya yang dimaksud isu-isu sosial itu sendiri menjadi hambatan terbentuknya SBSC. Aspek sosial seringkali dipandang sebagai aspek lingkungan lebih lunak karena itu lebih sulit dihitung (Epstein, 2001).

2.1.5    Menciptakan Balanced Scorecard
            Beberapa langkah awal mengimplementasikan BSC: (Zingales et.al., 2002)
1. Memperjelas visi dan strategi perusahan
2. Mengembangkan sasaran strategis:
a.       Mengidentifikasi proses bisnis yang ada dimana sustainabilitas dapat menambah nilai dan memperbaiki kinerja
b.      Menentukan bagaiman program lingkungan yang ada mendukung sasaran sustainabilitas dalam perspektif pelanggan dan finansial
c.       Belajar bagaimana sustainabilitas dapat menggantikan proses dan produk untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
d.      Mengerti bagaimana mengantisipasi dan mempengaruhi kebutuhan pelanggan masa depan terkait praktek berkelanjutan.
3.  Meluncurkan inisitiatif strategi lintas bisnis dan
4. Membimbing setiap SBU mengembangkan strateginya masing-masing, konsisten dengan yang dimiliki perusahaan

2.1.6    BSC Sebagai Alat Strategis Pengukuran Secara Komprehensif
            Umumnya BSC dimasukkan dalam kerangka manajemen strategik. Manajemenstrategik adalah pola pengelolaan strategi organisasi jangka pendek dan panjang. Terdiri dari 4 langkah utama dalam menciptakan masa depan organisasi:
1. Perencanaan jangka panjang (long-range profit planning), terdiri dari:
- perumusan strategi
- perencanaan strategi
- penyusunan program
2. Perencanaan laba jangka pendek (short range profit planning)
3. Implementasi
4. Pemantauan
bsc 3.jpg
Gambar 8. Perkembangan Peran Balanced Scorecard dalam Sistem Manajemen                        Strategik (Mulyadi, 2001).
2.1.7    Keunggulan dan Kelemahan Balance Scorecard
            Konsep BSC merubah fokus perspektif perencanaan dari sekedar pada fokus
finansial anggaran tahunan dan berjangka pendek, menjadi perspektif perencanaan
komprehensif yang mencakup aspek finansial, bisnis internal, dan pembelajaran /
pertumbuhan. Selengkapnya seperti pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Keunggulan BSC dibanding konsep manajemen tradisional
Sistem manajemen strategik dalam
manajemen tradisional

Sistem manajemen strategik dalam manajemen
kontemporer
-          Hanya berfokus pada perspektif keuangan.
-          Sistem perencanaan yang mengandalkan pada anggaran tahunan
-          Sistem perencanaan menyeluruh yang tidak koheren.
-          Perencanaan jangka panjang yang tidak Bersistem
-          Mencakup perspektif yang komprehensif:keuangan,pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran/pertumbuhan
-          Koheren, membangun hubungan sebab-akibat diantara berbagai sasaran strategis yang dihasilkan dalam perencanaan strategis
-          Terukur, semua sasaran strategis ditentukan ukurannya baik untuk sasaran strategis perspektif keuangan maupun perspektif non keuangan.
-          Seimbang, keseimbangan sasaran strategis yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategis penting untuk menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang.




 keunggulan balanced scorecard adalah sebagai berikut:
1.      Komprehensif
Sebelum konsep Balanced scorecard lahir, perusahaan beranggapan bahwa perspektif keuangan adalah perspektif yang paling tepat untuk mengukur kinerja perusahaan. Setelah balanced scorecard berhasil diterapkan, para eksekutif perusahaan baru menyadari bahwa perspektif keuangan sesungguhnya merupakan hasil dari 3 perspektif lainnya yaitu customer, proses bisnis, dan pembelajaran pertumbuhan. Pengukuran yang lebih holistic, luas dan menyeluruh (komprehensif) ini berdampak bagi perusahaan untuk lebih bijak dalam memilih strategi korporat dan memampukan perusahaan untuk memasuki arena bisnis yang kompleks.
2.      Koheran
Di dalam balanced scorecard dikenal dengan istilah hubungan sebab akibat (causal relationship) . Setiap perspektif (Keuangan, costumer, proses bisnis, dan pembelajaran-pertumbuhan) mempunyai suatu sasaran strategik (strategic objective) yang mungkin jumlahnya lebih dari satu. Definisi dari sasaran strategik adalah keadaan atau kondisi yang akan diwujudkan di masa yang akan datang yang merupakan penjabaran dari tujuan perusahaan. Sasaran strategik untuk setiap perspektif harus dapat dijelaskan hubungan sebab akibatnya, sebagai contoh pertumbuhan Return on investmen (ROI) ditentukan oleh meningkatnya kualitas pelayanan kepada customer, pelayanan kepada customer bisa ditingkatkan karena perusahaan menerapkan teknologi informasi yang tepat guna. dan keberhasilan penerapan teknologi informasi didukung oleh kompetensi dan komitmen dari karyawan. Hubungan sebab akibat ini disebut koheren, kalo disimpulkan semua sasaran strategik yang terjadi di perusahaan harus bisa dijelaskan. Sebagai contoh mengapa loyalitas customer menurun, mengapa produk perusahaan menurun, mengapa komitmen karyawan menurun dan sebagainya.
3.      Seimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan dalam 4 perspektif meliputi Jangka pendek dan panjang yang berfokus pada faktor internal dan eksternal. Keseimbangan dalam balanced scorecard juga tercermin dengan selarasnyascorecard personal staff dengan scorecard perusahaan sehingga setiap personal yang ada di dalam perusahaan bertanggungjawab untuk memajukan perusahaan.
4.      Terukur
Dasar pemikiran bahwa setiap perspektif dapat diukur adalah adanya kenyakinan bahwa ‘if we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it’. Sasaran strategik yang sulit diukur seperti pada perspektif customer, proses bisnis/ intern serta pembelajaran dan pertumbuhan dengan menggunakan balanced scorecard dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan.
Sedangkan menurut Chow et al., keunggulan Balanced Scorecard adalah:
1. Balanced Scorecard puts strategy, structure, and vision at the center of management’s focus.
2. Balanced Scorecard emphasizes an integrated combination of traditional and nontradisional performance measure.
3. Balanced Scorecard keeps management focused on the entire business process and helps ensure that actual current operating performance is in the line with long term strategy and customer values.
Kelemahan Balanced Scorecard
            Setiap sistem tetap ada kelemahannya, demikian juga BSC. Kelemahan BSC antaralain (Lee et.al., 2000):
1.      Perangkat yang lebih secara efektif mengukur implementasi strategi daripada mengukur penentuan strategi
2.      Meski berperan penting dalam memperkuat hubungan antara inisiatif perbaikan pelanggan dan strategi organisasi, namun tidak mengindikasikan bagaimana pelanggan baru dan pasar baru dapat diidentifikasi.
Sedangkan, menurut Anthony dan Govindarajan (1998) kelemahan balanced scorecard adalah :
1.      Hubungan yang buruk antara ukuran perspective non financial dan hasilnya:
Tidak ada jaminan bahwa keuntungan masa depan akan mengikuti pencapaian target dalam perspective non financial. Mungkin ini adalah masalah besar dalam balanced scorecard  karena terdapat asumsi bahawa keuntungan masa depan tidak mengikuti atau berkaitan dengan pencapaian tujuan non fianancial. Mengidentifikasi hubungan sebab akibat antara ukuran yang berbeda lebih mudah berbicara daripada melakukannya.
2.      Fixation on financial result:
Manajer adalah yang paling bertanggungjawab terhadap performance financial. Hal ini menyebabkan manager lebih peduli terhadap aspek finansial dibandingkan aspek lainnya.
3.      No Mechanism for improvement:
Banyak perusahaan dalam memperbesar tujuan mereka tidak memiliki alat untuk meningkatkannya. Ini adalah salah satu kelemahan balanced scorecard. Tanpa metode untuk peningkatan, peningkatan tidak disukai untuk terjadi meski sebaik apapun tujuan yang baru tersebut.
4.      Measures are not up to date:
Banyak perusahaan tidak memiliki mekanisme formal untuk update ukuran untuk mencocokan dengan perubahan strategi. Hasilnya perusahaan masih menggunakan ukuran yang berbasis strategi lama.
5.      Measurenment overload:
Tidak ada jawaban untuk pertanyaan seberapa kritis ukuran yang seorang manager dapat ukur pada saat bersamaan tanpa kehilangan focus. Jika terlalu sedikit manager akan mengabaikan ukuran yang sangat penting dalam mencapai sukses.  Bila terlalu banyak, akan timbul resiko manager kehilangan fokusdan mencoba untuk melakukan terlaku banyak hal dalam waktu bersamaan.
6.      Difficult in establishing trade off:
Beberapa perusahaan mengombinasikan ukuran non finansial dengan finansial dalam satu laporan dan memberikan bobot pada masing-masing ukuran. Tapi balnced scorecard tidak menampilkan bobot yang jelas pada masing masing ukuran. Tidak adanya bobot tersebut, menjadi sangat sulit untuk menggabungkan aspek finansial dan non-finansial
Kritik terhadap Balanced Scoredcard
            Dalam analisis varian, kesulitan penerapan konsep BSC pada perusahaan di Indonesia secara tidak langsung banyak dipengaruhi desakan kepentingan jangka pendek, bersifat operasional, lebih berbasis keuangan konsumtif dan aji mumpung. Paradigma ini cenderung lebih banyak berpikir bagaimana nanti ketimbang nanti bagaimana; atau lebih kerap tidak hirau terhadap aspek non keuangan dalam jangka panjang. Menurut Sony dkk., bahwa penyebab utamanya adalah karena tidak memiliki sistem komunikasi strategis terhadap segenap jajaran
manajemen, terlebih lagi terhadap seluruh bagian pegawai perusahaan. Penyebab kedua, adalah karena tidak ada hubungan antara sumber daya dengan strategi, misalnya insentif yang jamak ditemui dalam perusahaan (terutama instansi pemerintah). Penyebab ketiga, adalah tidak terhubungnya anggaran dengan strategi. Untuk Indonesia, dengan bahasa yang agak sinis dapat dikatakan bahwa aktivitas lembaga pemerintah lebih dimaksudkan untuk mengkonsumsi anggaran. Penyebab keempat, adalah kelemahan sistem pembelajaran strategis, di mana porsi pembahasan dan perbincangan tentang strategi yang amat minim dibanding dengan evaluasi atas kinerja operasional. Ini berarti, perusahaan tidak saja kehilangan momentum untuk mengevaluasi efektivitas strateginya secara kontinyu, dan yang lebih parah lagi perusahaan tidak mampu membuat skenario keunggulan di masa mendatang.
            Penelitian Hoque dan James (2000) dalam Hallman (2005) pada
perusahaan manufaktur di Australia yang bisa memperlihatkan relasi antara pengukuran nonkeuangan dan kinerja ekonomi, tetapi mereka gagal membuktikan relasi antara model kausal dan/atau BSC dengan kinerja manajerial yang lebih baik. Jadi sangatlah sulit untuk merangkum bukti-bukti mengenai relasi antara kinerja manajerial, kinerja keuangan/finansial dan kinerja dengan menggunakan BSC. Keunggulan menggunakan BSC memang dapat dibuktikan, tetapi pada kondisi pengembangan kinerja non-keuangan timbul sedikit keraguan karena banyak perusahaan yang lebih puas dengan sistem pengukuran mereka yang non-kausalitas. Juga bisa dijadikan catatan bagi perusahaan yang memilih untuk mengimplementasikan BSC ini bukan masalah mudah. Olve et al (2004) memperingatkan dalam analisis terbarunya di Eropa Utara jika hanya separuh dari 15 organisasi yang sukses mengimplementasikan BSC.

2.1.8    Pengaplikasian Balanced Scorecard Pada Organisasi/ Perusahaan



























2.2        MALCOLM BALDRIGE NATIONAL QUALITY AWARD   (MBNQA)
Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA) merupakan salah satu metode untuk meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan dan terus menerus (continuously improvement) dengan menggunakan pengukuran dan memberikan feedback mengenai kinerja organisasi secara keseluruhan dalam penyediaan produk dan jasa yang berkualitas. Pada mulanya The Malcolm Baldrige Nation al Quality Award (MBNQA) merupakan suatu pengharegaan yang diselenggarakan untuk menghormati menteri perdaganagn pada masa pemerintahan Presiden Ronald Reagen yang mendukung usaha peningkatan kualitas dalam dunia industri di Amerika. Penghargaan ini dikelola oleh Lembaga Standard an Teknologi Nasional (The National Institute of Standard and Technology) yang diberikan secara tahunan kepada enam perusahaan denagn kategori usaha manufaktur, jasa, dan bisnis kecil, namun, sejak tahun 1999 ditambah kategori kesehatan dan pendidikan (Gaspersz, 2002).
MBNQA digunakan sebagai suatu kerangka kerja untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja manajemen. MBNQA dapat membantu organisasi menghadapi lingkungan dinamis, membangun system kerja yang tinggi, menerjemahkan visi dan misi ke dalam strategi, membangun kesuksesan jangka pendek serta stabilitas organisasi untuk jangka panajng (Gaspersz, 2002)
The Malcolm Baldrige Criteria for Performance excellent merupakan salah satu metode yang digunakan untuk membentuk karakteristik dengan memiliki kinerja dan integritas yang tinggi secara keseluruhan. Secara garis besar, criteria for performance excellent dibagi kedalam 18 item yang mencakup ketujuh kategori. Adapun tujuan utama ketujuh kategori ini antara lain:
·         Meningkatkan kinerja organisasi dari segi praktek-praktek kerja, kapabilitas dan hasil organisasi.
·         Memfasilitasi komunikasi dan berbagi informasi diantara organisasi-organisasi, baik yang sejenis maupun berbeda jenis.
·         Alat bantu dalam memahami dan mengatur kinerja organisasi, serta mengarahkan dalam perencanaan dan pembelajaran organisasi.

Sedangkan , wujud dari tujuan criteria for performance excellent antara lain:
·         Membantu meningkatkan kualitas dan stabilitas organisasi untuk pelanggan dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
·         Meningkatkan efektifitas dan kapabilitas organisasi secara keseluruhan.
·         Pembelajaran organisasi dan pribadi (Gasperz, 2002)
2.2.1    Nilai Inti dan Konsep MBNQA
            Criteria MBNQA dibangun berdasarkan landasan dari 11 konsep yang dirangkum sebagai berikut :
1.      Kepemimpinan Visioner (Visionary Leadership)
Kepemimpinan visioner merupakan arah dan cara pandang, serta nilai-nilai yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin suatu organisasi. Pemimpin organisasi harus menetapkan arah dan menciptakan focus pada pelanggan, nilai-niali yang jelas dan kelihatan, serta ekspektasi yang tinggi ; yang dimana ketiga hal tersebut diatas harus menyeimbangkan kebutuhan dari pihak yang berkepentingan. Didalamnya akan tercipta sebuah system kepemimpinan yang mencakup sebagai berikut :
·         Memberikan kebebasan yang terkendali kepada para karyawan untuk menjadi inovatif dan kreatif.
·         Membangun kemmapuan dan pengetahuan para karyawan.
·         Memberikan inspirasi dan semangat yang tinggi kepada para karyawan untuk selalu memebrikan pelayanan dan kontribusi yang baik bagi organisasi.
·         Menjadi role model mellaui perilaku etika dan keterlibatan dalam perencanaan, komunikasi, pelatihan, pengembangan kader, peninjauan ulang kinerja organisasi, dan pengakuan terhadap hasil kinerja karyawa.
2.      Keunggulan yang Didorong / Digerakkan Pelanggan (Customer – Driven Excellent)
Kinerja dan kualitas organisasi dinilai oleh pelanggan. Organisasi harus bertanggung jawab penuh agar setiap praktek bisnisnya member kontribusi nilai kepada pelanggan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan serta mengembangkan bisnis organisasi. Keunggulan yang dimiliki berkomponen masa sekarang dan masa depan, yaitu memahami kainginan/hasrat pelanggan masa sekarang dan mengantisipasi keinginan/hasrat pelanggan dimasa depan. Organisasi yang digerakkan pelanggan tidak hanya memeprhatikan karakteristik layanan, namun juga feature dan karakteristik yang membedakan layanan dari organisasi lainnya. Customer-Driven excellence merupakan suatu konsep strategis dimana organisasi dituntut untuk mempertahankan kesetiaan pelanggan, menarik pelanggan baru, dan mengembangkan segmen pasarnya. Customer-Driven excellence tidak hanya berarti organisasi mengurangi kecacatan dan kesalahan serta mengurangi complain, melainkan bagaimana organisasi menjamin bebasnya kecacatan dan kesalahan sehingga pelanggan merasa nyaman dan berhubungan baik.
3.      Pembelajaran Organisasi dan Pribadi (Organizational and Personal Learning)
Organizational and Personal Learning diperlukan untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi. Pembelajaran organisasi merupakan suatu proses pembelajaran yang memerlukan peningkatan terus-menerus dari pendekatan-pendekatan yang ada, memimpin kepada sasaran-sasaran baru dan pendekatan-pendekatan baru. Proses pembelajaran berarti bagian rutinitas sehari-hari; diterapkan pada individu, unit kerja, dan departemen; digunakan untuk memecahkan akar permasalahan yang terjadi; dan diperoleh dari kesempatan-kesempatan yang mengarah pada perbaikan dan perubahan. Sumber pembelajaran meliputi ide-ide kreatif dari karyawan, masukan dari pelanggan, sharing praktek-praktek kerja, dan benchmarking. Pembelajaran organisasi dapat memeberikan hasil berupa :
a.       Peningkatan nilai kepada pelanggan melalui pelayanan yang baru dan berkembang.
b.      Mengembangkan kesempatan bisnis baru.
c.       Mengem,bangkan proses/model bisnis yang baru dan berkembang.
d.      Menurut tingkat kesalahan, produk cacat, waste, dan biaya yang berhubungan.
e.       Maningkatkan daya tanggap oleh cycle time performance.
f.       Meniduingkatkan kinerja organisasi dalam membangun layanan kesehatan masyarakat dan tanggung jawab sosial.
g.      Meningkatkan produktifitas dan efektifitas keseluruhan sumber daya yang dimiliki.
Selain pembelajaran organisasi, pembelajaran pribadi diperlukan karena kesuksesan karyawan tergantung dari kesempatan dan kemmapuan masing-masing individu untuk mempelajari hal baru. Kesempatan ini dapat berupa pendidikan, pelatihan, rotasi pekerjaan,pemberian reward, dan lainnya.
            Pembelajaran pribadi dapat member hasih berupa :
a.       Perasaan puas karyawan terhadap organisasi.
b.      Pembelajaran lintas fungsi dalam organisasi .
c.       Membangun pengetahuan
d.      Peningkatan penemuan – penemuan inovasi.
4.      Pemberian nilai Karyawan dan Mitra Kerja (valuating Workforce Members and Partners)
            Kesuksesan organisasi bergantung pada pekerjaanya, yaitu dilihat dari sisi pengetahuan, kemampuan, kretivitas, dan motivasi masing-masing individu. Pemberian nilai kepada karyawan berarti berkomitmen kepada kapuasan, perkembangan, dan perlakuan kepada para karyawan tersebut dengan baik. Disamping itu, organisasi juga harus membangun hubungan kemitraan internal dan eksternal. Kemitraan internal dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama diantara para karyawan melalui serikat pekerja, pembentukan tim kerja yang memiliki kinerja tinggi dan lain-lain. Kemitraan eksternal dapat dilakuakn dengan menjalalin hubungan yang baik dengan pelanggan lainnya, supplier, organisasi sejenis, dan lainnya. Keberhasilan kemitraan internal dan eksternal dapat mengembangkan tujuan – tujuan jangka panjang, yang berarti menciptakan dasar untuk investasi yang saling menguntungkan masing-masing pihak.
5.      Ketangkasan (Agility)
            Agility memiliki pengertian sebagai suatu kapasitas untuk berubah dengan cepat dan fleksibel. Agility berhubungan dengan siklus. Organisasi semakin tangkas dalam merespon keinginan pelanggan berarti semakin baik karena dapat mengambil waktu lebih awal untuk menghadapi pesaingnya dan memudahkan dalam mencapai tujuan jangka panjang organisasi. Untuk meningkatkan waktu respon, organisasi sering membutuhkan system kerja yang baru, penyederhanaan proses dan unit kerja, kemmapuan untuk berubah dari satu proses ke proses lainnya. Kinerja waktu daris suatu organisasi menjadi semakin genting dan waktu siklus menjadi kunci dalam proses utama.
6.      Berfokus pada Masa Depan (Focus on the Future)
            Focus pada masa depan berhubungan dengan factor jangka pendek dan panjang yang mempengaruhi organisasi dan pangsa pasar. Dalam mengejar pertumbuhan yang berkelanjutan dan menguasai pasar membutuhkan orientasi yang kuat pada masa depan dan kemauan untuk membangun komitmen jangka panjang kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Focus pada masa depan meliputi pengembangan pemimpin, pekerja, dan supplier; menciptakan kesempatan untuk inovasi; dan mengantisipasi tanggung jawab dan perhatian public.
7.      Manajemen untuk Inovasi (Managing for Innovation)
            Inovasi berarti suatu tindakan membuat perubahan yang bermakna untuk meningkatkan pelayanan organisasi, program, dan proses; serta menciptakan nilai baru kepada pihak yang pberkepentingan. Inovasi harus memimpin organisasi menuju dimensi baru dari kinerja. Inovasi tidak selalu berhubungan langsung dengan bagisn Research and Development (R&D), namun berhubungan erat dengan seluruh system kerja dan proses kerja. Organisasi harus dikelola dan diarahlan sedemikian rupa sehingga inovasi menjadi bagiasn dari budaya pembelajaran. Inovasi harus diintegrasikan ke dalam kerja sehari-hari dan didukung dengan perbaikan kinerja.
8.      Manajemen berdasarkan Fakta (Management by Fact)
            System manajemen bergantung pada pengukuran dan analisis kinerja. Pengukuran didapetkan dari kebutuhan dan strategi layanan, serta menyediakan data dan informasi digunakan untuk mendukung evaluasi,pengambilan keputusan, perbaikan dan inovasi. Dalam memilih pengukuran harus mewakili factor-faktor yang memimpin pada perbaikan biaya pengeluaran;, peningkatan pelanggan,operasioanal,finansial, dan kinerja yang baik. Pengukuran kinerja yang dilakukan juga harus tepat sasaran, berdsarkan proses spesifik, terkait dengan strategi bisnis organisasi dan melakukan perbandingan hasil dengan strategi pesaing. Sebelum melakukan pengukuran, organisasi dapat membuat indicator-indikator yang menunjukkan bahwa factor tersebut berpengaruh pada peningkatan kerja.
9.      Tanggung Jawab Sosial (Sosial Responsibility)
Para pemimpin organisasi harus mampu menekankan tanggung jawab kepada public, etika berperilaku, dan praktek menjadi warganegara yang baik. Pemimpin organisasi harus menjadi role model yang berfokus pada etika dan perlindungan pada kesehatan, keamanan, dan lingkungan masyarakat. Perencanaan yang efektif harus dapat mengantisipasi penyebaba timbulnya permasalahan, mempersiapkan tanggapan apabila terjadi masalah, dan menyediakan informasi dan factor pendukung untuk menjaga kepedulian, keamanan, dan kepercayaan masyarakat.
10.  Berfokus pada Hasil-hasil dan Penciptaan Nilai (Focus on Results and Creating Values)
Pangukuran kinerja organisasi perlu juga memfokuskan hasil akan dicapai dan menyeimbangkan hasil tersebut bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini bertujuan untuk membangun kesetiaan dan kontribusi kepada masyarakat. Keseimbangan itu nantinya akan memberikan komunikasi yang efektif mengenai prioritas jangka pendek dan panjang, memonitor kinerja saat ini, dan emmepersiapkan dasar yang jelas untuk memeprbaiki hasil. Focus pada hasil perlu untuk menunjukkan fleksibilitas mencapai hasil yang berbeda dari waktu ke waktu.
11.  Sistem Perspektif (Perspective systems)
System perspektif mengatur pengelolaan organisasi secara keseluruhan untuk mencapai kesusksesan kinerja. Nilai inti dan tujuh kategori MBNQA telah bekerja sama dan mengintegrasikan suatu mekanisme untuk memastikan kekonsistenan rencana, proses, pengukuran, dan tindakans secara keseluruhan. Sistem perspektif meliputi pemimpin organisasi memonitor, merespon, dan mengatur kinerja berdasarkan pada hasil yang dicapai. Sistem perspektif dapat juga berupa pengukuran kinerja, indicator, kompetensi inti dan pengetahuan organisasi untuk membangun kunci strategis .
Secara garis besar konsep dan nilai inti yang terdapat dalam MBNQA dapat dilihat pada gambar berikut :
hal 7-crop.jpg
Gambar 9. Konsep dan nilai inti dalam MBNQA


2.2.2    Kriteria – Kriteria MBNQA yang dibagi dalam Kategori dan Item
            Konsep dan nilai inti yang telah dijelaskan sebelumnya di atas, diintegrasikan ke dalam tujuh kategori, dan masing-masing kategori dibagi lagi menjadi item-item. Berikut ini adalah ringkasan dari ketujuh kategori yang ada dan 18 item yang terdapat dalam ketujuh kategori yang disajikan dalam bentuk table seperti berikut :
Nilai masing-masing kategori dan item MBNQA 2008
Tabel. Kategori dan item MBNQA


Categoris and Items
Point Value

1
1.1
1.2
Kepemimpinan
Kepemimpinan Senior
Tanggung Jawab Sosial dan Warga Negara
120
70
50
1
2

2
2.1
2.2
Perencanaan Strategis
Pengembangan Strategi
Penyebarluasan Strategi
85
40
45
3
4

3
3.1
3.2
Fokus pada pelanggan dan pasar
Pengatehuan Pelanggan dan Pasar
Hubungan dan Kepuasan pelanggan
85
40
45
5
6

4
4.1
4.2
Manajemen Pengetahuan, pengukuran dan Analisa
Peningkatan, pengukuran dan Analisa Kinerja Organisasi
Manajemen Informasi, Teknologi Informasi dan Pengetahuan
90
45
45
7
8

5
5.1
5.2
Fokus Staf
Perjanjian staf
Lingkungan Staf
85
45
40
9
10

6
6.1
6.2
Manajemen Proses
Desain Sistem kerja
Peningkatan dan Manajemen Proses Kerja
85
35
50
11
12

7
7.1
7.2
7.3
7.4
7.5
7.6
Hasil – Hasil
Hasil – hasil Perusahaan
Hasil – hasil Berfokus Customer
Hasil-hasil Pasar dan Keuanagn
Hasil – hasil berfokus Staf
Hasil – hasil Efektivitas Proses
Hasil – hasil Kepemimpinan
450
100
70
70
70
70
70
13
14
15
16
17
18

            Kategori dan masing – masing item pada table diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.                  Kepemimpinan (Leadership)
Kategori ini menjelaskan bagaimana para pemimpin senior mengarahkan dan menopang organisasi dalam hal visi, nilai-nilai, dan ekspektasi kinerja. Pemimpin harus dapat berkomunikasi dengan para karyawan, mengembangkan pemimpin untuk masa depan, dan mengukur kinerja organisasinya. Kategori ini dibagi lagi menjadi dua item antara lain :
a.       Item 1 : Senior Leadership
Item ini menjelaskan tanggung jawab pemimpin senior mengatur dan mengkomunikasikan visi, nilai-nilai organisasi, dan mempraktekannya. Item ini berfokus pada tindakan pemimpin senior dalam menciptakan stabilitas organisasi dan kinerja organisasi yang tinggi dengan berfokus kepada pasien dan pihak-pihak berkepentingan lainnya.
b.      Item 2 : Govermance and Social Responsibilities
Item ini menjelaskan system organisasi dan bagaimana organisasi memenuhi tanggung jawabnya kepada publik, menjamin bahwa setiap individu dalam organisasi memiliki perilaku yang sesuai dengan norma dan etika serta menjadi warganegara yang baik.

2.                  Perencanaan Strategis
Kategori ini menjelaskan perencanaan pelaksanaan dan strategi; penyebarluasan rencana –rencana ; sumber-sumber daya mampu untuk menjalankan rencana-rencana; perubahan rencana jika memang dibutuhkan adanya perubahan. Baldrige Criteria for performance excellence menekankan pada tiga aspek untuk kinerja organisasi yang sempurna, yaitu :
·         Kualitas berfokus pada pelanggan dan kinerja organisasi. Strategi ini difokuskan kepada kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, pangsa pasar, dan peningkatan layanan menjadi kunci utama untuk menjaga stabilitas organisasi.
·         Peningkatan kinerja operasional dan inovasi mendukung perkembangan produktivitas jangka pendek – panjang dan penahanan biaya. Kapasitas operasional gedung yang meliputi kecepatan, daya tanggap / respon, dan fleksibilitas menjadi asset dalam memperkuat kemampuan organisasi.
·         Pembelajaran organisasi dan pribadi dibutuhkan. Criteria ini menjelaskan bahwa peningkatan dan pembelajaran perlu ditanamkan pada proses kerja.
Kategori ini juga menguji bagaimana organisasi menenetukan kekuatan, kelemahan, kesempatan, hambatan, dan kemampuan untuk menjalankan strategi; mengoptimalkan penggunaan sumber-sumber daya, menjamin tersedianya para staf/karyawan yang terlatih; dan menjebatani kebutuhan jangka pendek – jangka panjang yang emmerlukan modal, pengembangan teknologi ; menjamin penyebarluasan akan efektif pada tiga level yaitu : (1) level pemimpin senior dan organisasi (2) level proses kerja dan system kerja (3) level unit kerja/departemen dan pekerjaan individu. Kategori ini dibagi lagi menjadi dua item antara lain :
a.       Item 3 : Strategy Development
Item ini menjelaskan bagaimana organisasi menenetukan keunggulan dan tantangan serta bagaimana menetapkan strategi untuk memenuhi tantangan tersebut. Tujuannya adalah untuk memeperkuat kinerja organisasi serta keseluruhan.

b.      Item 4 : Strategy Deployment
Item ini menjelaskan bagaimana organisasi mengubah objektivitas strategi menjadi rencana tindakan untuk emmenuhi obyek tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin strategi disebarluaskan dengan baik untuk mencapai tujuan akhir organisasi.
3.         Fokus pada Pelanggan dan PASAR (Customer and Market Focus)
            Kategori ini menjelaskan bagaimana organisasi dapat mengerti kebutuhan pelanggan (voice of customer) dan pangsa pasar yaitu dengan berfokus pada kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi pelanggan dan pihak-pihak lainnya; kesenangan pelanggan; dan membangun kesetiaan. Kategori ini menekankan pada hubungan sebagai bagian penting strategi keseluruhan organisasi. Hasil tingkat kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan menjadi informasi vital untuk mengerti target pelanggan dan pasar. Selain itu, tren dan pergeseran data dapat membantu organisasi untuk mengerti perilaku dan kebiasaan pasar yang nantinya akan membantu menjaga stabilitas organisasi. Kategori ini dibagi lagi menjadi dua item antara lain:
a.       Item 5 : Customer and Market Knowledge
Item ini menjelaskan bagaimana suara konsumen organisasi membantu mengumpulkan pengetahuan mengenai kebutuhan dan hasrat pelanggan masa kini dan masa mengatang; pasar; dan pelanggan lainnya. Tujuannya adalah mengerti kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen.
b.      Item 6 : Customer Relationship and Satisfaction
Item ini menjelaskan bagaimana proses organisasi untuk membangun pelanggan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan; menentukan tingkat kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Tujuannya adalah untuk menambah pelanggan baru, menjaga pelanggan yang sudah ada, serta mengembangkan kesempatan pasar yang baru.
4.         Manajemen Pengetahuan, Pengukuran, dan Analysis (Measurement Analysis and Knowledge Management)
            Kategori ini merupakan kriteria poin utama yang didalamnya terdapat informasi mengenai pengukuran yang efektif, analisa, dan mengkaji ulang kinerja, serta mengatur pengetahuan organisasi untuk mencapai peningkatan dan siap untuk bersaing dengan memiliki kinerja yang menjadi unggulan. Penggunaan data dan informasi dipusatkan kepada kualitas dan ketersediaannya. Kategori ini dibagi lagi menjadi dua item antara lain :
a.       Item 7 : Measurement, Analysis, and Improvement of Organizational Performance
Item ini menjelaskan bagaimana organisasi menyeleksi, mengatur, dan menggunakan data dan informasi untuk pengukuran kinerja, analisa, dan mengkaji ulang untuk mendukung kinerja organisasi secara keseluruhan. Tujuannya adalah membantu mengarahkan manajemen proses organisasi dalam rangka mencapai tujuan utama organisasi.
b.      Item 8 : Management of Information, Information Technology, snd Knowledge
Item ini menjelaskan bagaimana organisasi menjamin ketersediaan dan kualitas dari data, informasi, software, dan hardware yang dibutuhkan untuk para staf/ karyawan, suplier, mitra kerja, pelanggan, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dan mendorong adanya peneluan inovasi.
5.         Fokus Staf (Workforce Focus)
            Kategori ini menjelaskan mengenai sistem kerja para staf/ karyawan diarahkan untuk menciptakan dan menjaga tingkat kinerja yang tinggi di tempat kerja serta bagaimana para staf/ karyawan dan keseluruhan bagian dapat beradaptasi untuk berubah dan menjadi sukses. Fokus para staf/ karyawan meliputi kebutuhan kapabilitas dan kapasitas serta faktor pendukung lainnya. Kategori ini dibagi menjadi dua item antara lain :
a.       Item 9 : Workforce Engagement
Item ini menjelaskan bagaimana sistem organisasi untuk menggunakan, mengembangkan, dan memakai para staf/ karyawan. Tujuannya adalah untuk mendorong para staf/ karyawan untuk mendukung secara efektif dengan memberikan kemampuan terbaik mereka.
b.      Item 10 : Workforce Environment
Item ini menjelaskan bagaimana lingkungan para staf/ karyawan didalam organisasi, kebutuhan kapasitas dan kapabilitas para staf/ karyawan, menjamin keamanan dan iklim kerja yang kondusif. Tujuannya adalah untuk membangun lingkungan yang efektif untuk mendukung pekerjaan.
6.         Manajemen Proses (Process Management)
            Kategori ini menguji aspek penting dari proses manajemen suatu organisasi. Kategori ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengatur core competencies untuk mencapai efektifitas dan efisiensi manajemen proses seperti desain yang efektif; orientasi pencegahan; berkaitan dengan pelanggan, supplier, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya; kinerja operasional, waktu siklus, dan pembelajaran organisasi. Ketangkasan, efisiensi biaya, dan waktu siklus penting dalam manajemen proses dan desain organisasi. Kategori ini dibagi menjadi dua item antara lain:
a.       Item 11 : Work Systems Design
Item ini menjelaskan bagaimana kompetensi organisasi, sistem kerja, dan desain dari proses kerja. Tujuannya adalah menciptakan nilai-nilai untuk pelanggan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, mempersiapkan untuk situasi genting, dan mencapai kesuksesan dan stabilitas organisasi.
b.      Item 12 : Work Process Management and Improvement
Item ini menjelaskan bagaimana implementasi, manajemen, dan peningkatan proses kerja. Tujuannya adalah untuk menciptakan nilai-nilai untuk pelanggan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, dan mencapai kesuksesan dan stabilitas organisasi.
7.         Hasil-hasil (Result)
            Kategori ini memberikan hasil dari evaluasi hasil dan proses organisasi, finansial keseluruhan dan pasar, hasil-hasil para karyawan/ staf, sistem kepemimpinan, hasil tanggung jawab sosial, dan hasil dari aktivitas penignkatan proses. Kategori ini memberikan informasi “real time” untuk mengevaluasi dan meningkatkan proses dan hasil yang sejalan dengan strategi organisasi. Kategori ini dibagi menjadi enam item antara lain :
a.       Item 13 : Product and Service Outcomes
Item ini menjelaskan bagaimana hasil kinerja organisasi. Tujuannya adalah untuk mencapai hasil kinerja, kualitas proses, dan nilai-nilai yang memimpin kepada kepuasan dan kesetiaan pelanggan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
b.      Item 14 : Customer - Focused Outcomes
Item ini menjelaskan bagaimana hasil kinerja yang berfokus kepada pelanggan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Tujuannya adalah untuk menunjukkan sejauh mana organisasi telah memberi pelayanan yang memuaskan kepada pelanggan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, serta mengembangkan kepuasan dan kesetiaan.
c.       Item 15 : Financial and Market Outcomes
Item ini menjelaskan bagaimana finansial organisasi dan hasil pasarnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan mengerti kestabilitasan finasial, tantangan dan kesempatan pasar.
d.      Item 16 : Workforce -Focused Outcomes
Item ini menjelaskan bagaimana hasi l kinerja yang berfokus kepada para staf/ karyawan dengan tujuan untuk menunjukkan seberapa jauh organisasi telah menciptakan dan menjaga lingkungan kerja yang peduli, bersatu, dan produktif bagi semua staf/ karyawan yang ada dalam organisasi.
e.       Item 17 : Process Efectiveness Outcomes
Item ini menjelaskan bagaimana hasil kinerja operasional yang tidak dilaporkan pada item 13-16. Tujuannya adalah untuk mencapai sistem kerja dan proses kerja yang efektif dan efisiensi.
f.       Item 18 : Leadership Outcomes
Item ini menjelaskan bagaimana hasil kinerja organisasi dalam area kepemimpinan, pemenuhan rencana strategis, dan tanggung jawab sosial. Tujuannya adalah untuk menjaga etika organisai itu sendiri. (http://www.quality.nist.gov/PDF_files/2008_Business_Criteria.pdf)
            Gambar 10. Baldrige Criteria for Performance Excellence Framework
            Dalam gambar 10. tentang Baldrige Criteria for Performance Excellence dapat dilihat pada bagian profil organisasi (terletak paling atas) menentukan bagaimana kehidupan organisasi sehari-hari. Lingkungan (environment), hubungan kerja (relationship), dan tantangan strategis (challenges) berperan sebagai panduan keseluruhan atas sistem manajemen kinerja organisasi.
            Gambar tersebut juga menjelaskan bahwa sistem manajemen disusun oleh enam kriteria MBNQA yang terdapat di bagian tengah yang menjelaskan operasional dan hasil-hasil yang dicapai. Leadership, strategic planning, dan customer and market focus ditempatkan bersama untuk menekankan pentingnya suatu kepemimpinan yang berfokus pada strategi dan customer dimana pemimpin senior yang menentukan arah organisasi dan mencari kesempatan bagi organisasi ke depannya.
Kriteria workforce focus, process management, dan results menunjukkan hasil. Karyawan organisasi dan proses-proses yang menyelesaikan pekerjaan sehingga menciptakan hasil dari kinerja perusahaan keseluruhan. Semua poin tindakan mengarah pada results yang merupakan suatu gabungan dari hasil kinerja operasional, customer, finansial, sumber daya manusia, dan tanggung jawab publik.
Garis panah horisontal yang terletak di tengah menghubungkan kepemimpinan dengan hasil yang berhubungan langsung dengan kesuksesan organisasi. Tanda panah bolak-balik menunjukkan hubungan pusat antara kriteria leadership dan results, yang berarti pentingnya umpan balik (feedback) di dalam efektivitas sistem manajemen kinerja organisasi. Sedangkan kriteria measurements, analysis, and knowledge management berperan sebagai fondasi dari sistem manajemen kinerja (Gaspersz, 2002)
2.2.3    Sistem Skoring Baldrige
            Dalam Malcolm Baldrige juga terdapat sistem penilaian yang dilakukan berdasarkan kepada dua dimensi sebagai berikut:
1.      Proses (Process)
Dimensi ini mengarah kepada bagaimana metode dan improvisasi yang digunakan oleh organisasi untuk memenuhi kebutuhan pada katefori 1-6. Ada empat faktor dalam mengevaluasi proses, yaitu sebagai berikut:
a.    Pendekatan (Approach – A)
            Faktor ini mengacu kepada penggunaan metode untuk menyelesaikan proses, kesesuaian metode terhadap kebutuhan item, efektivitas metode tersebut, dan tingkat pengulangan berdasarkan data dan informasi.
b.    Penyebarluasan (Deployment – D)
            Faktor ini berkaitan dengan penggunaan pendekatan yang ada untuk memnuhi kebutuhan item yang relevan bagi organisasi, kekonsistenan penggunaan pendekatan, dan keterlibatan semua unit kerja.
c.    Pembelajaran (Learning – L)
            Faktor ini mengarah pada mengkaji ulang pendekatan melalui siklus evaluasi dan improvisasi, terobosan pendekatan melalui inovasi, dan pembagiannya di dalam organisasi.
d.   Integrasi (Integration – I)
            Faktor ini mengarah kepada pendekatan yang seberapa sesuai dengan identifikasi kebutuhan organisasi; tingkat pengukuran, sistem informasi, dan peningkatan antar unit kerja; kesinambungan dan keharmonisan antar proses dan unit kerja untuk mencapai tujuan secara luas.
            Secara garis besar konsep penialain MBNQA untuk dimensi proses tersusun dalam tabel berikut ini: (Tabel 2.4. MBNQA Scoring Guideliness untuk kategori proses)
Score
Process
0% atau 5%
·      Tidak ada pendekatan sistematis yang jelas,hanya bersifat anekdot (A)
·      Tidak ada atau sedikit bukti nyata pendekatan yang dilakukan (D)
·      Tidak ada tanda-tanda orientasi perubahan, peningkatan yang ada dicapai             lewat reaksi terhadap permasalahan yang ada (L)
·      Tidak ada tanda pemerataan dalam organisasi, setiap unti kerja atau individu beroperasi secara independen (I)
10%, 15%, 20% atau 25%
·      Ada tanda atas sistematika pendekatan awal terhadap kebutuhan (A)
·      Pendekatan berada di tahap awal pembagian untuk seluruh unit kerja, mulai mendorong unit untuk mencapai keseluruhan basis sitem (D)
·      Ada bukti perubahan dan bersifat reaktif terhadap permasalahan menuju orientasi perkembangan secara umum pada tahap awal ini (L)
·      Pendekatan sudah disesuaikan bersama dengan seluruh unit kerja lewat penyelesaian masalah bersama secara umum (I)
30%, 35%, 40% atau 45%
·      Ada bukti pendekatan yang sistematis dan efektif kepada kebutuhan dasar dari item (A)
·      Pendekatan sudah dibagikan, meskipun beberapa unit masih pada tahap awal pembagian (D)
·      Ada bukti pendekatan sistematis dari evaluasi dan peningkatan proses utama di tahap awal (L)
·      Pendekatan beberapa pada tahap awal penyesuaian dengan kebutuhan dasar organisasi yang sudah diidentifikasi demi menanggapi kriteria item yang lain (I)
50%, 55%, 60% atau 65%
·      Ada bukti pendekatan sistematis yang efektif kepada kebutuhan keseluruhan dari item (A)
·      Pendekatan sudah dibagikan dengan baik, meskipun masih mungkin bervariasi di antara unit kerja (D)
·      Pembelajaran dan peningkatan organisasi, evaluasi sistematis berdasarkan fakta sebagai upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi (L)
·      Pendekatan sudah disesuaikan dengan kebutuhan organisasi yang sudah diidentifikasi demi menanggapi kriteria item yang lain (I)
70%, 75%, 80% atau 85%
·      Ada bukti pendekatan sistematis yang efektif kepada kebutuhan berkembang dari item (A)
·      Pendekatan sudah dibagikan dengan baik tanpa ada ketimpangan signifikan (D)
·      Pembelajaran dan peningkatan organisasi, evaluasi sistematis berdasarkan fakta menjadi kunci utama manajemen internal
·      Ada bukti inovasi dan perbaikan, sebagai hasil dari analisa dan pembagian di tingkatan organisasi (L)
·      Pendekatan sudah terintegrasi dengan kebutuhan organisasi yang sudah diidentifikasi demi menanggapi kriteria item yang lain (I)
90%, 95% atau 100%
·      Ada bukti pendekatan sistematis yang efektif dan bertanggung jawab penuh kepada kebutuhan berkembang dari item (A)
·      Pendekatan sudah dibagikan secara menyeluruh terhadap seluruh unit kerja tanpa ada kelemahan atau ketimpangan signifikan di dalamnya  (D)
·      Pembelajaran dan peningkatan organisasi, evaluasi sistematis berdasarkan fakta menjadi kunci utama organisasi secara luas
·      Ada bukti inovasi dan perbaikan, yang didukung oleh analisa dan pembagian di seluruh unit dalam organisasi (L)
·      Pendekatan sudah terintegrasi dengan baik dengan kebutuhan organisasi yang sudah diidentifikasi demi menanggapi kriteria item yang lain (I)


2.      Hasil (Result)  
Dimensi hasil mengarah kepada output dan hasil organisasi dalam memnuhi kebutuhan item untuk kategori ketujuh. Faktor-faktor yang digunakan dalam mengevaluasi hasil adalah sebagai berikut:
a.         Level (Levels – LE)
       Level kinerja organisasi saat ini.
b.         Tingkat (Trends – T)
         Tingkat perbaikan kinerja organisasi dan lingkup hasil organisasi (pembagian dan pemerataan).
c.         Perbandingan (Comparison – C)
         Perbandingan kinerja organisasi dengan organisasi lainnya atau disebut juga dengan benchmarks.
d.        Integrasi (Integration – I)
         Hasil pengukuran yang berguna untuk saling melengkapi proses kerja dan unit kerja.
            Secara garis besar konsep penilaian MBNQA untuk dimensi hasil tersusun dalam tabel berikut ini:
Tabel. MBNQA Scoring Guideliness untuk kategori hasil
Score
Process
0% atau 5%
·      Tidak ada laporan kinerja ataupun buruknya kinerja (Le)
·      Tidak ada data tren yang dilaporkan atau bahkan penurunan tren kerja (T)
·      Tidak ada data perbandingan yang dilaporkan sama sekali (C)
·      Hasil kinerja tidak dilaporkan di area penting terkait dengan kebutuhan misi organisasi (I)
10%, 15%, 20% atau 25%
·      Beberapa peningkatan awal di laporan kinerja di beberapa area (Le)
·      Sedikit atau bahkan tidak ada tren yang dilaporkan (T)
·      Sedikit atau tidak ada data perbandingan yang dilaporkan (C)
·      Hasil kinerja dilaporkan di beberapa area yang penting yang terkait dengan kebutuhan misi organisasi (I)
30%, 35%, 40% atau 45%
·      Tren peningkatan kinerja di banyak area yang dibutuhkan dalam kebutuhan ite. (Le)
·      Ada bukti tren peningkatan di tahap awal (T)
·      Ada bukti tahap awal mencari perbandingan (C)
·      Hasil kinerja dilaporkan di banyak area yang penting terkait dengan kebutuhan misi organisasi (I)
50%, 55%, 60% atau 65%
·      Tren peningkatan kinerja di hampir seluruh area yang dibutuhkan dalam kebutuhan itam (Le)
·      Tidak ada tren penurunan kinerja di area yang dibutuhkan terkait dengan misi organisasi (T)
·      Beberapa tren kinerja yang diperbandingkan dengan bencmark menunjukkan kinerja yang relatif baik (C)
·      Hasil kinerja organisasi sudah memenuhi seluruh kebutuhan dari pasien, stakeholder, pasar, dan proses (I)
70%, 75%, 80% atau 85%
·      Kinerja baik di seluruh area yang dibutuhkan dalam kebutuhan item (Le)
·      Tren peningkatan yang dipertahanakan di sebagian besar area (T)
·      Tren kinerja di sebagian besar area diperbandingkan terhadap bencmark atau perbandingan yang relevan (C)
·      Hasil kinerja organisasi sudah memenuhi sebagian besar kebutuhan dari pasien, stakeholdre, pasar, proses, serta rencana tindakan (I)
90%, 95% atau 100%
·      Kinerja sempurna di seluruh area yang dibutuhkan dalam kebutuhan item (Le)
·      Tren peningkatan yang dipertahankan secara sempurna di seluruh area kerja (T)
·      Ada bukti kepemimpinan di sektor pasar dan perbandingan yang diterapkan di seluruh area (C)
·      Hasil kinerja organisasi sudah memenuhi seluruh kebutuhan dari pasien, stakeholder, pasar, proses, serta rencana tindakan (I)

2.2.4    Self Assesment ( Penilaian Sendiri)
Self Assesment akan memampukan organisasi untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan nilai inti, faktor-faktor pendukung kesuksesan, dan faktor lainnya. Self assesment mengidentifikasi kekuatan dan peluang yang dapat digunakan untuk strategi organisasi. Kinerja dapat dilakukan dengan menentukan dan mengukur KPI (key performance indicator) dari pelanggan, pasar, para staf/ karyawan, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
MBNQA sudah banyak digunakan perusahaan dunia maka organisasi yang melakukan self assesment dapat membandingkan kinerjanya dengan banyak organisasi-organisasi lain. MBNQA memfasilitasi bencmarking dan saling berbagi informasi dan komunikasi dari organisasi yang telah berhasil melakukan praktek-praktek bisnis yang terbaik. Tahapan dalam melakukan self assesment dengan menggunakan kriteria MBNQA yaitu :
1.      Pengidentifikasian batasan: mengidentifikasi dan mendefinisikan hal-hal yang penting dan tidak penting untuk kemudian dievaluasi.
2.      Penentuan format penilaian yang akan digunakan.
3.      Penulisan profil organisasi: mengetahui profil organisasi adalah poin awal dalam melakukan self assesment. Profil organisasi menyediakan informasi tentang organisasi dari segi nilai/ budaya organisasi, faktor-faktor penting yang melandasi kegiatan organisasi dan yang menjadi tantangan organisasi.
4.      Pemilihan tim kerja yang memiliki pengetahuan dan keahlian tentang kriteria MBNQA.
5.      Melakukan self assesment untuk kriteria-kriteria MBNQA, mengumpulkan dan mengolah data serta informasi yang terkait dengan mengikuti panduan penilaian. Langkah selanjutnya adalah mendefinisikan skor yang diperoleh untuk dimensi proses dan hasil.
6.      Merumuskan respon dengan tetap mengacu kepada profil organisasi.
7.      Pendefinisian kekuatan dan peluang organisasi untuk peningkatan. Untuk masing-masing kriteria diintegrasikan, kemudian membuat perencanaan tindakan yang dihubungkan dengan strategi, biaya, sumber daya, dan lain-lain: dengan memperhatikan urutan prioritas.
8.      Mengevaluasi dan meningkatkan hasil self assesment dan action process. Setelah itu mengevaluasi proses self assesment yang telah dilakukan dan menyempurnakan untuk self assesment selanjutnya (Gaspersz, 2002).
2.2.5    Kekuatan dan Kelemahan Malcolm Baldrige
2.5.6    Pengaplikasian Malcolm Baldrige Pada Organisasi/ Perusahaan








Tabel. Perbandingan Pengukuran Kinerja

MBNQA
BSC
Kategori/ perspektif
7 Kategori
4 Perspektif
Tujuan
·  Meningkatkan kinerja dari segi praktek kerja, kapabilitas, dan hasil organisasi.
·  Memfasilitasi komunikasi dan berbagi informasi antar organisasi; alat bantu mengarahkan dalam perencanaan dan pembelajaran organisasi (Gaspersz, 2002)
·  Adanya keseimbangan antara pengukuran finansial dan non finansial.
·  Adanya transformasi strategi dan tujuan organisasi (Kaplan dan Norton, 1996)
Tahapan
1.    Mengidentifikasi dan mendefinisikan batasan dan data-data yang berkaitan dengan kriteria MBNQA.
2.    Merancang KPI/ indikator untuk setiap kriteria sebagai acuan dalam sistem scoring.
3.    Mendefinisikan atribut dalam sistem scoring.
4.    Merancang sistem scoring dengan analisa ADLL.
5.    Melakukan validasi hasil rancangan sesuai dengan kondisi, kebutuhan, dan kebijakan perusahaan.
1.    Mendefinisikan visi dan strategi.
2.    Mendefinisikan pengukuran.
3.    Mengintegrasi pengukuran ke dalam sistem manajemen.
4.    Meninjau ukuran yang ditetapkan dan hasilnya dengan cara terus-menerus.
Keunggulan
Malcolm tidak hanya menjamin peningkatan kualitas yang ada secara terus-menerus, tetapi juga mendorong perusahaan untuk menjadi yang terbaik.
1.    Adanya penggunaan indikator lagging (pengukuran yang menjelaskan sesuatu yang telah terjadi) dan leading (pengukuran yang menceritakan masa depan).
2.    Adanya double-loop learning (strategi yang dipadukan dengan informasi baru yang diperoleh dari lingkungan bisnis)
Kekurangan
Perusahaan terjebak dalam kebingungan menjawab setiap pertanyaan agar mendapatkan nilai skor yang tinggi.
Pengukuran kinerja diawali dari strategi dan tidak berasal dari keinginan stakeholder secara keseluruhan, hanya berfokus pada finansial dan customer; aspek suplier, pekerja, dan masyarakat tidak dikaji.





DAFTAR PUSTAKA
- Lee, S.F., Ko, Andrew Sai On, Building Balanced Scorecard With SWOT Analysis, and
implementing ‘Sun Tzu’s The Art of Business Management Strategies’ on QFD
Methodology, Management Auditing Journal 15/1/2 (2000), h.68-76, MCB University
Press, 2000
- Mulyadi, Balanced Scorecard, Salemba Empat, Universitas Gajah Mada, 2001
- Norton, David P., Kaplan, Robert S., The Balanced Scorecard: Translating Strategy
Into Action, HBS Press, 1996
- Zingales, F., Rourke, Anastasia O., Hockerts, Kai, Balanced Scorecard and
Sustainability, State of the Art Review, Working Paper, Center for Management and
Environmental Resources, France, 2002