Minggu, 24 Oktober 2010

good cooperate governance

Sejauh ini, Bank Indonesia hanya mewajibkan Bank Umum untuk menerapkan GCG dalam operasional usahanya. LKM yang cakupannya sangat luas meliputi Bank, Koperasi dan organisasi non bank, masih belum tersentuh aturan GCG. Meskipun skala yang dijalankan adalah mikro namun sebagai lembaga keuangan, aktivitas usaha LKM tetap membawa konsekuensi risiko terkait pertanggungjawaban dana masyarakat (publik).
Peraturan Bank Indonesia (PBI) no.8/4/PBI/2006 mewajibkan Bank Umum melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
PBI no. 8 diatas secara khusus mengatur penerapan GCG untuk Bank umum, namun tidak wajib bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank yang melayani khususnya pengusaha mikro dan kecil. Kategori Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia bentuknya beragam, bukan hanya BPR melainkan juga termasuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Jasa Keuangan Syariah (lebih dikenal dengan nama Baitulmal Wattamwil), BRI unit desa dan Lembaga Kredit Desa (BKD).
Sebagai suatu konsep yang biasanya diterapkan bagi perusahaan-perusahaan besar, BUMN atau Bank umum, pertanyaan mendasar adalah apakah GCG perlu juga diterapkan di LKM? Apakah GCG di LKM cukup sebatas wacana saja mengingat ada banyak faktor yang masih harus dikaji dan disesuaikan dengan kondisi LKM.
Pengertian GCG
Definisi Corporate governance (CG) dari Cadbury Committe of the United Kingdom (1999) yakni: ”seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan"
Definisi diatas menjelaskan bahwa CG adalah sistem yang bisa digunakan untuk mengatur dan mengendalikan perusahaan. CG timbul dari kebutuhan usaha akan tatakelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), yang menegakkan prinsip-prinsip transparan, dapat dipercaya, bertanggung jawab dan berkeadilan
Kebutuhan GCG di LKM dilihat dari Agency Theory
Agency theory menjelaskan hubungan sebab akibat antara principal dengan agent. Jika dibawakan dalam konteks LKM, Agency theory menjelaskan antara lain permasalahan yang muncul antara masyarakat kecil sebagai pemilik LKM dengan manajemen atau pengelola BPR sebagai agent. Bagi sebagian besar LKM yang tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat, pemegang sahamnya relatif banyak dan beragam dengan berbagai kepentingan.
Pada LKM dengan badan hukum Koperasi, kepemilikannya lebih tersebar lagi dimana setiap anggota memiliki satu hak suara. Meskipun pada prakteknya hak suara ini tidak identik dengan pengendalian dalam arti yang sesungguhnya namun secara hukum, LKM jenis ini pemiliknya adalah orang banyak.
Selain tersebarnya kepemilikan saham, industri LKM juga dihadapkan pada minimnya pengetahuan para pemegang sahamnya atas hak dan kewajibannya. Ketidak pahaman ini membawa konsekuensi tidak berjalannya mekanisme pertanggungjawaban dan pengawasan LKM .
Dalam kondisi seperti ini penegakan prinsip-prinsip GCG akan menjadi penting terutama dari sisi transparansi dan keadilan (fairness). Pihak-pihak yang memiliki pengaruh didalam suatu LKM harus diawasi oleh pihak independent dan capable.
LKM vs Masyarakat Penabung/ Deposan/ Kreditur/ Investor
LKM sebagai lembaga keuangan memiliki wewenang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito. Sebagai perusahaan, LKM juga memiliki wewenang untuk mendapatkan dana dari kreditur ataupun investor. Perlindungan hukum kepada pihak pemilik dana ini tentunya harus memadai untuk mengantisipasi kemungkinan penyalahgunanaan wewenang oleh pihak tertentu.
Sebagai Lembaga Mikro dengan segmentasi pasar masyarakat kecil dan mikro serta sebagian masyarakat menengah, potensi sumber dana yang bisa digarap cukup besar. Disisi lain aturan yang membatasi jumlah dana yang boleh dihimpun LKM relatif lebih longgar terutama dari sisi pengawasan. Dibanding Bank Umum dimana posisi likuiditasnya bisa terpantau oleh Bank Sentral baik secara makro ataupun mikro, sebagian besar LKM bisa dibilang luput dari pengawasan terinci menyangkut tanggung jawab terhadap dana masyarakat ini.
Dengan kondisi ini, besar potensi terjadinya ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara masyarakat penabung, kreditur, investor dengan pihak LKM sebagai pengelola dana. Perlindungan terhadap dana masyarakat serta mekanisme tanggung jawab pihak LKM kepada masyarakat belum memadai. Pada tahap ini, penerapan prinsip-prinsip GCG secara benar, sedikit banyak akan membantu terbentukanya sistem yang lebih berkeadilan, bertanggung jawab, transparan, dan berakuntabilitas.
Cost & Benefit  penerapan GCG di LKM
Isu Cost & Benefit menjadi hal yang mendasar jika GCG diterapkan di LKM. Sebagai suatu sistem, implementasi GCG akan membutuhkan biaya dan alokasi sumber daya perusahaan. Penerapan GCG juga harus ditunjang dengan organ-organ GCG yang memadai untuk menjamin terlaksananya GCG sebagaimana yang diharapkan. Kesemua hal ini secara pasti akan meningkatkan pengeluaran perusahaan sementara dilain pihak dampak positifnya belum akan terlihat dalam waktu yang singkat.
Penerapan GCG didalam perusahaan juga tidak akan serta merta meningkatkan nilai perusahaan. Diperlukan suatu proses dan pembelajaran bagi perusahaan terutama LKM untuk bisa mewujudkan penerapan GCG yang efisien dan efektif.
Sementara itu, kebutuhan mendasar LKM hingga saat ini, belum sampai pada tahap advance, melainkan masih terpaku pada permasalah mendasar seputar profitabilitas dan kesinambungan usaha. Tingkat keuntungan usaha lembaga keuangan sangat tergantung kepada volume usahanya, sementara LKM masih mengalami kendala seputar minimnya modal untuk tujuan pengembangan usahanya.
Namun demikian hal ini belum berarti bahwa GCG tidak mungkin diterapkan di LKM. Prinsip-prinsip GCG bisa diterapkan dengan perangkat yang sederhana misalkan adanya aturan dan komitmen memenuhinya. GCG jika diterapkan di LKM, perlu konsep dan model yang sederhana namun efektif guna menjamin prinsip GCG dijalankan namun dengan beban yang ringan.
Implikasi Positif & Negatif Penerapan GCG di LKM
Penerapan GCG di LKM secara umum akan membawa implikasi positif yakni antara lain:
  • Mendorong terciptanya industri LKM yang sehat dan tangguh.
  • Meningkatnya kontribusi LKM terhadap pertumbuhan perekonomian, industri LKM yang sehat akan menumbuh kembangkan sektor usaha kecil dan mikro dan berdampak pada pertumbuhan makro ekonomi
  • Terciptanya mekanisme check and balances yang memadai di masing-masing LKM
Implikasi negatif yang timbul jika GCG harus diterapkan di LKM, secara umum antara lain Secara significant akan mengurangi jumlah LKM karena tidak mampu memenuhi regulasi yang ada. Dilain pihak keberadaan LKM sangat dibutuhkan terutama dalam menjangkau pedesaan dan pedalaman dimana bisnis perbankan tidak masuk karena skala ekonomisnya tidak terpenuhi
Kendala-kendala Penerapan GCG di LKM
Beberapa hal yang bisa menjadi penghambat penerapan GCG di LKM, secara umum adalah sebagai berikut:
  • Belum adanya undang-undang LKM akan menghambat perumusan bentuk GCG yang tepat bagi LKM. Keanekaragaman jenis LKM dan bentuk hukumnya, jika tidak dirumuskan akan mempersulit penetapan system GCG yang bisa diterapkan pada industri LKM.
  • Belum adanya Bank Sentral untuk LKM di Indonesia. Fungsi Bank sentral ini sebagai regulator dan pengawas pelaksanaan GCG di LKM.
  • Belum adanya rumusan yang tepat terkait bentuk GCG di LKM dikaitkan cost dan benefit .Diperlukan konsep dan model yang memadai agar prinsip GCG bisa dijalankan LKM secara efisien dan efektif
  • Belum mendukungnya infrastruktur dan sumber daya manusia yang ada
  • Perumusan, sosialisasi dan pengawasan pelaksanaan GCG di LKM membutuhkan biaya yang cukup besar
Kesimpulan
Sebagai suatu sistem, GCG memang merupakan suatu perangkat yang ideal karena didalamnya terkandung tata kelola perusahaan yang baik termasuk kode etik yang dijalankan perusahaan dalam berbisnis. Lembaga Keuangan Mikro yang mengelola dana masyarakat, mau tidak mau harus memiliki standar dasar tata kelola perusahaan yang menjamin terwujudnya nilai-nilai dasar bisnis yang sehat seperti transparansi, akuntabilitas, responsibilitas dan keadilan.
Good Corporate Governance bisa jadi merupakan suatu sistem yang dapat diterapkan di LKM. Nilai-nilai GCG yang harus ditegakkan LKM akan mendorong peningkatan kinerja LKM yang pada akhirnya bermuara terciptanya mekanisme pertanggungjawaban pengelola LKM kepada stake holder
Bukan tidak mungkin penerapan GCG di lembaga keuangan mikro akan mendorong lingkungan usaha diseputar LKM akan mengarah keperbaikan pengelolaan perusahaan dan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi secara nasional. 

*) Penulis adalah Business Associate Berkah Madani School of Microfinance

Tidak ada komentar:

Posting Komentar